LOMBOK INSIDER-Meski sudah selesai dibahas di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada 1 Juni 2020, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) tak kunjung disahkan menjadi undang-undang.
Bukan hanya itu, RUU PPRT juga tak juga dibawa ke sidang paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi RUU inisiatif DPR RI guna segera dibahas bersama pemerintah.
Padahal, jika nantinya disahkan, UU PPRT ini menjadi landasan utama untuk melindungi pekerja domestik. Karena, saat ini Indonesia tidak memiliki UU terkait pekerja rumah tangga.
Baca Juga: Syarat bekerja menjadi PRT di Taiwan 2022, ternyata sangat mudah dan simpel
Oleh karena itu, pemerintah pun mendorong dilakukan percepatan pengesahan RUU PPRT menjadi undang-undang.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, pengesahan RUU PPRT menjadi UU dapat menjadi landasan mengatur dan mengelola permasalahan bidang ketenagakerjaan, terutama melindungi para pekerja domestik.
“Dengan adanya UU PPRT ini, persoalan-persoalan terkait pekerja domestik ini dapat kita selesaikan dan memiliki dasar hukum yang sangat jelas,” kata Menaker, dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (25/01/2023).
Ida menilai, kolaborasi dalam memberikan perlindungan terhadap PRT harus dimulai dari hulu.
Baca Juga: Pantas betah dan tidak mau pulang, Yayuk TKW cantik Indonesia ini bocorkan gaji PRT di Taiwan 2022 bikin ngiri
“Kalau kita bisa menyelesaikan permasalahan perlindungan pekerja rumah tangga di hulu, hilir pasti akan mengikuti,” ucapnya.
Ida menambahkan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mendukung RUU PPRT agar menjadi UU dengan mengedepankan perlindungan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pekerja sektor domestik.
“Kita ingin perlindungan ini betul-betul jelas kepada mereka yang bekerja di sektor domestik,” ujarnya.
Baca Juga: 10 Tahun Bekerja sebagai PRT di Hongkong, Berapa Gaji Yuni, Kenapa Ada Kabar Burung Gaji Naik Tinggi
Sebelumnya, dalam pernyataan pers, Rabu (18/01/2023), Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen dan berupaya keras untuk memberikan perlindungan terhadap PRT. Presiden Jokowi pun mendorong agar penetapan UU PPRT segera dipercepat.
“Untuk mempercepat penetapan Undang-Undang PPRT ini, saya perintahkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR dan dengan semua stakeholder,” ujar Presiden.
Menurut Presiden, hingga saat ini hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak secara khusus dan tegas mengatur tentang pekerja rumah tangga. Sudah lebih dari 19 tahun RUU PPRT belum disahkan.
Baca Juga: Dari pembantu rumah tangga jadi nyonya besar jutawan Arab, Simak besaran harta warisan yang diperoleh
“RUU PPRT sudah masuk dalam daftar RUU prioritas di tahun 2023 dan akan menjadi inisiatif DPR,” imbuh Presiden
Presiden berharap regulasi tersebut dapat memberikan perlindungan yang lebih baik kepada PRT yang jumlahnya diperkirakan mencapai 4 juta jiwa di Indonesia. Presiden menilai, para PRT rentan kehilangan hak-haknya sebagai pekerja.
“Saya berharap Undang-Undang PPRT bisa segera ditetapkan dan memberikan perlindungan lebih baik bagi pekerja rumah tangga dan kepada pemberi kerja, serta kepada penyalur kerja,” tandas Presiden.
Hak dan Kewajiban PRT
Draf RUU PPRT mengatur hak dan kewajiban PRT. Adapun hak dan kewajiban PRT itu, di antaranya:
Hak PRT:
Pasal 11
PRT berhak:
a. menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
b. bekerja pada jam kerja yang manusiawi;
c. mendapatkan Cuti sesuai dengan kesepakatan PRT dan Pemberi Kerja;
d. mendapatkan Upah dan tunjangan hari raya sesuai kesepakatan dengan Pemberi Kerja;
e. mendapatkan jaminan sosial kesehatan sebagai penerima bantuan iuran;
f. mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan sesuai kesepakatan dengan pemberi kerja; dan
g. mengakhiri Hubungan Kerja apabila terjadi pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja.
Baca Juga: Bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga di Taiwan, Lihat Berapa Gajinya dan Apa Saja Tunjangan Lainnya
Kewajiban PRT:
Pasal 13
PRT berkewajiban:
a. menaati dan melaksanakan seluruh ketentuan dalam Hubungan Kerja;
b. meminta izin kepada Pemberi Kerja apabila berhalangan melakukan kerja disertai dengan alasannya sesuai dengan ketentuan dalam Hubungan Kerja;
c. melakukan pekerjaan berdasar tata cara kerja yang benar dan aman;
d. memberitahukan kepada Pemberi Kerja pengunduran diri paling lambat 1 (satu) bulan sebelum berhenti bekerja.
e. menjaga nama baik Pemberi Kerja beserta keluarganya; dan
f. melaporkan keberadaan dirinya sebagai PRT kepada RT/RW di tempatnya bekerja.
Status hubungan PRT juga bisa berakhir karena beberapa hal. Hal ini diatur dalam Pasal 10.
Pasal 10
(1) Hubungan Kerja dapat berakhir karena:
a. kehendak kedua belah pihak;
b. salah satu pihak melakukan pelanggaran atau tidak melaksanakan Perjanjian Kerja;
c. PRT atau Pemberi Kerja melakukan tindak pidana terhadap satu sama lain;
d. PRT mangkir kerja selama 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang jelas;
e. PRT atau Pemberi Kerja meninggal dunia;
f. berakhirnya jangka waktu Perjanjian Kerja; dan/atau
g. Pemberi Kerja pindah tempat dan PRT tidak bersedia untuk melanjutkan Hubungan Kerja.
(2) Pemberi Kerja melaporkan berakhirnya Hubungan Kerja kepada RT/RW sesuai domisili Pemberi Kerja dan keluarga PRT.***
Artikel Terkait
10 Tahun Bekerja sebagai PRT di Hongkong, Berapa Gaji Yuni, Kenapa Ada Kabar Burung Gaji Naik Tinggi
Nasib Ummi Hana TKW asal Lombok berubah dari pembantu rumah tangga menjadi wanita kaya raya berkat lakukan ini
Dari pembantu rumah tangga jadi nyonya besar jutawan Arab, Simak besaran harta warisan yang diperoleh
Pantas betah dan tidak mau pulang, Yayuk TKW cantik Indonesia ini bocorkan gaji PRT di Taiwan 2022 bikin ngiri
Syarat bekerja menjadi PRT di Taiwan 2022, ternyata sangat mudah dan simpel