Soal kemungkinan perbedaaan penetapan 1 Ramadan, begini kata Ketua Umum PP Muhammadiyah

- Selasa, 7 Februari 2023 | 06:59 WIB
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada suatu kesempatan. Muhammadiyah telah melakukan antisipasi jika terjadi perbedaan penetapan 1 Ramadan. (muhammadiyah.or.id)
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada suatu kesempatan. Muhammadiyah telah melakukan antisipasi jika terjadi perbedaan penetapan 1 Ramadan. (muhammadiyah.or.id)


LOMBOK INSIDER - Muhammadiyah telah menetapkan 1 ramadan 1444 H jatuh pada 23 Maret 2023 mendatang. Penetapan ini tentu membuat umat Islam tak sabar merayakan hari raya besarnya itu.

Penetapan 1 ramadan ini diketahui telah dilakukan melalui Maklumat Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Nomor 1/M/MLM/I.0/2023.

Sedangkan 1 Syawal 1444 H jatuh pada hari Jumat Pahing, 21 April 2023, dan Iduladha 10 Zulhijjah pada Rabu, 28 Juni 2023.

Baca Juga: Untuk kebersamaan penentuan awal Ramadan, Muhammadiyah tawarkan kalender Islam global tunggal

Atas penetapan ini, tidak bisa dipungkiri bahwa nantinya kemungkinan akan ada perbedaan penetapan Awal Ramadan. Baik itu ormas lain maupun pemerintah.

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir menyampaikan, kendati demikian, jika terjadi perbedaan penetapan hari-hari penting itu di tubuh internal umat Islam Indonesia, maka diminta untuk saling menghargai, menghormati, dan tasamuh.

“Kita punya pengalaman berbeda dalam hal 1 ramadan, 1 Syawal 10 Zulhijjah sehingga perbedaan itu jangan dianggap sebagai sesuatu yang baru. Artinya kita sudah terbiasa dengan perbedaan lalu timbul penghargaan dan kearifan,” ungkap Haedar, Senin, 6 Februari 2023.

Baca Juga: Kemungkinan Perbedaan Awal Ramadan, Kemenag: Tunggu Hasil Sidang Isbat

Dalam urusan perbedaan, Haedar mengatakan supaya umat Islam menjunjung tinggi penghargaan dan kearifan ketika menjalankan praktik beragama.

perbedaan sebagai suatu yang biasa, maka perbedaan tersebut jangan dianggap sebagai sumber perpecahan.

“Jangan juga dijadikan sumber yang membuat kita umat Islam dan warga bangsa lalu retak, karena ini menyangkut ijtihad yang menjadi bagian denyut nadi perjuangan perjalanan sejarah Umat Islam yang satu sama lain saling paham, menghormati dan saling menghargai,” imbuhnya.

Baca Juga: Terkait Perbedaan Awal Ramadan dan Idul Fitri 1443 H, MUI Pusat Ajak Saling Menghormati

Kesempatan berjumpa dengan Ramadan dan Syawal 1444 H, sambung Haedar, harus dimanfaatkan sebagai momen ibadah agar lebih dekat dengan Allah SWT, berbuat baik dalam kehidupan dan membangun diri sebagai mukmin yang lebih baik dari sebelumnya.

Guru Besar Sosiologi ini menjelaskan, supaya perbedaan yang dimiliki menjadi kekuatan bagi Muslim secara pribadi dan Umat Islam secara kolektif.

Bagi Warga Muhammadiyah, imbuhnya, tidak perlu khawatir atas maklumat penetapan tersebut sebab dibangun atas dasar keilmuan dan keislaman yang kokoh.

Baca Juga: Muhammadiyah Tetapkan Awal Ramadan 2 April 2022, Ini Penjelasannya!

Muhammadiyah dengan hisab wujudl hilal yang dipedomaninya itu sangat kokoh dengan dasar Al Qur’an, Hadits nabi yang kuat ditambah ijtihad," jelasnya.

"Sehingga pengambilan keputusan itu sungguh memiliki dasar keagamaan yang kuat, jadi bukan hanya dan tidak betul kalau itu bersifat rasionalitas ilmu semata-mata.” sambung Haedar.

Ijtihad Muhammadiyah dalam menetapkan waktu-waktu penting umat Islam dengan wujudul hilal dapat dipertanggungjawabkan secara keagamaan dan keilmuan, bahkan dalam kepentingan kemaslahatan umat untuk memastikan waktu-waktu penting peribadatan.***

Editor: Sasprans Lombok Insider

Sumber: muhammadiyah.or.id

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X