LOMBOK INSIDER- Muhammadiyah tawarkan konsep kalender Islam global tunggal agar umat Islam seluruh dunia satu persepsi dalam penentuan awal Ramadan, 1 Syawal dan hari arafah.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syamsul Anwar, mengatakan, dengan adanya kalender Islam global tunggal ini diharapkan umat Islam seluruh dunia dapat melakukan selebrasi keagamaan secara serempak menyambut momen-momen penting, seperti awal Ramadan, Idulfitri dan Iduladha.
Dikatakan tokoh Muhammadiyah ini, dengan kehadiran kalender Islam global tunggal akan semakin menguatkan Islam sebagai ummah wahidah atau umat yang satu padu sebagaimana tercantum dalam QS. Al Mu’minun: 52 dan Al Anbiya: 92.
Baca Juga: Kemungkinan Perbedaan Awal Ramadan, Kemenag: Tunggu Hasil Sidang Isbat
Dia menjelaskan, kalender Islam merupakan penanda hari yang diajarkan agama Islam dan berbasis lunar, yakni perjalanan bulan mengelilingi bumi. Dia menjelaskan, kalender Islam ada dua, yaitu global dan lokal.
Kalender Islam lokal merupakan aturan penanggalan yang bersifat parsial-lokal seperti kalender yang dikeluarkan Kemenag, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan lain-lain. Kalender versi ini sangat potensial melahirkan perbedaan penanggalan terutama di bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Sementara kalender Islam global tunggal memiliki dua macam, yaitu kalender global zonal, dan kalender global tunggal. Kalender global zonal berarti kalender yang membagi dunia tempat berlaku kalender menjadi beberapa zona.
Baca Juga: Terkait Perbedaan Awal Ramadan dan Idul Fitri 1443 H, MUI Pusat Ajak Saling Menghormati
Misalnya, Nidlal Qassum menawarkan kalender Islam global dengan konsep qaudro-zonal, Mohammad Ilyas menawarkan konsep trizonal, dan Mohammad Syaukat ‘Audah mengenalkan konsep dwizonal.
Ketiga konsep kalender Islam ini nampaknya masih memperlihatkan pembagian wilayah penanggalan yang memungkinkan adanya perbedaan mutlak.
Kalender Islam global tunggal (bukan zonal) merupakan kalender yang memiliki prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia seperti ditawarkan Jamaluddin Abd ar-Raziq, yang kemudian menjadi kesepakatan para ulama dalam kongres di Istanbul tahun 2016.
Bagi Syamsul, konsepsi yang ditawarkan Abd ar-Raziq ini merupakan satu bentuk yang jelas dari kalender Islam global dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia.
Baca Juga: Muhammadiyah Tetapkan Awal Ramadan 2 April 2022, Ini Penjelasannya!
“Kalender global adalah kalender yang lintas kawasan, tapi kalender global itu ada yang global dan ada yang zonal, zonal itu yang membagi-bagi dunia ini menjadi beberapa zona, sedangkan kalender islam global tunggal adalah kalender Islam dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia,” jelas Syamsul dalam seminar yang diselenggarakan Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU), Sabtu(21/01/2023).
Menurut Syamsul, arti penting kehadiran kalender Islam global tunggal ini disebabkan karena umat Islam di abad sekarang hidup dalam suatu dunia global yang sudah menyatu.
Menurutnya, aneh bila umat Islam masih hidup dalam kondisi yang tidak dapat menyatukan sistem tata waktu dalam bentuk kalender unikatif.
Baca Juga: Safari Ramadan 2022, ITDC bagikan ribuan paket Ramadan di 6 desa penyangga The Mandalika
Pentingnya gagasan kalender Islam global ini ditopang beberapa alasan, salah satunya penentuan hari arafah.
Absennya kalender Islam global tunggal dalam menentukan waktu ibadah di seluruh dunia menyebabkan puasa Arafah seringkali jatuh pada hari yang berbeda dengan hari wukufnya hujjaj di Mekah.
Jatuhnya tanggal 9 Zulhijjah di beberapa belahan bumi, terutama negara-negara Islam, seringkali tidak sama dengan 9 Zulhijjah di tanah suci.
Baca Juga: Tradisi unik masyarakat Lombok sambut bulan Ramadan, termasuk mandi junub sebelum puasa
Sementara itu dilansir dari laman Kementerian Agama, Ketua Forum Komunikasi
dan Kerja sama Islamic Centre (FKKIC) Sumut, DR Zainul Fuad, berharap ulama dan tokoh ormas Islam menyatukan persepsi dalam penentuan tanggal 1 Syawal dan tidak terburu-buru mempublikasikan hasil hisab (perhitungan) dan rukyat (pemantauan bulan) yang dilakukan sebelum "diijma`kan" atau disepakati bersama.
Kesepakatan diperlukan agar tidak menimbulkan kebingungan dan adanya kebersamaan bagi umat islam dalam merayakan Idul Fitri. Malah, kata Fuad, perlunya kesepakatan terhadap 1 Syawal tersebut lebih penting dibandingkan dengan penetapan 1 Ramadhan.
Dalam 1 Syawal itu ada hukum lain yang menyertai pelaksanaan puasa tersebut."Bagi ummat islam haram hukumnya jika masih berpuasa pada 1 Syawal," katanya.
Baca Juga: OASE Kabinet Indonesia Maju Harap Masyarakat Tetap Bugar dan Sehat di Bulan Ramadan
Menurut dia, setiap ulama memiliki kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang berbeda dalam proses hisab dan rukyat disebabkan berbedanya metodologi dan posisi bulan yang dilihat dalam proses perhitungan.
Selama perbedaan tersebut tidak terlalu jauh hasilnya, menurutnya sebaiknya ulama dan ormas islam mengijma'kan pendapat mereka.***
Artikel Terkait
Muhammadiyah Tetapkan Awal Ramadan 2 April 2022, Ini Penjelasannya!
Terkait Perbedaan Awal Ramadan dan Idul Fitri 1443 H, MUI Pusat Ajak Saling Menghormati
Kemungkinan Perbedaan Awal Ramadan, Kemenag: Tunggu Hasil Sidang Isbat
Tradisi unik masyarakat Lombok sambut bulan Ramadan, termasuk mandi junub sebelum puasa
Asyik hisap sabu saat bulan Ramadan, pasangan kekasih di Kota Bima disergap Tim Cobra Bravo
OASE Kabinet Indonesia Maju Harap Masyarakat Tetap Bugar dan Sehat di Bulan Ramadan