BPOM gerebek produk kecantikan ilegal senilai Rp7,7 miliar, ini efek bahan berbahaya yang perlu diwaspadai

- Minggu, 19 Maret 2023 | 19:47 WIB
Balai  PengawasanObat dan Makanan (BPO) RI menggerebek dan menyita produk kosmetika ilegar senilai Rp7,7 miliar. (Tangkapan Layar Instagram @bpom_ri)
Balai PengawasanObat dan Makanan (BPO) RI menggerebek dan menyita produk kosmetika ilegar senilai Rp7,7 miliar. (Tangkapan Layar Instagram @bpom_ri)

LOMBOK INSIDER – Menindaklanjuti laporan masyarakat terkait dugaan adanya praktik produksi kosmetika ilegal Tanpa Izin Edar (TIE) yang mengandung bahan yang dilarang dalam kosmetika, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menggerebek sebuah pabrik kosmetika ilegal di Pergudangan Elang Laut dengan alamat Sentra Industri 1 dan 2 Blok I1/28, RT 02/ RW 03, Jakarta Utara.

Dari hasil penggerebekan di pabrik tersebut BPOM menemukan berbagai bahan baku untuk pembuatan kosmetika  selain juga beberapa mesin pembuatan kosmetika ilegal senilai total Rp7,7 miliar yang kemudian disita sebagai barang bukti.

Adapun secara rinci Kepala BPOM, Penny K. Lukito pada konferensi pers yang dikutip pada Minggu, 19 Maret 2023 mengungkapkan, produksi kosmetika sebagai barang bukti yang diamankan di pabrik ilegal tersebut antara lain bahan baku berupa bahan kimia obat seperti Hidroquinon, Asam Retinoat, Deksametason, Mometason Furoat, Asam Salisilat, Fluocinolone, Metronidazol, Ketokonazol, Betametason, dan Asam Traneksamat senilai Rp4,3 miliar.

Selain itu menurut Penny, turut disita bahan kemas berupa pot dan botol kosong untuk produk kosmetika senilai Rp164 juta, produk antara berupa lotion senilai Rp1,2 miliar yakni produk jadi berupa lotion malam dan berbagai macam krim tanpa merek senilai Rp1,4 miliar.

Baca Juga: Lowongan kerja PT Kimia Farma Trading and Distribution terbaru 2023, terbuka untuk lulusan SMA, SMK dan D3

Tidak luput dari penyitaan, BPOM juga mengamankan beberapa alat produksi berupa mesin mixing, mesin filling, mesin coding, mesin packaging, timbangan, dan alat produksi lainnya senilai Rp451 juta. Kendaraan minibus senilai Rp198 juta, serta alat elektronik berupa handphone, laptop, CPU, dan flashdisk senilai Rp31 juta juga turut disita dan diamankan dari lokasi.

BPOM bekerja sama dengan Balai Besar POM (BBPOM) di Jakarta, BBPOM di Serang bersama Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri) telah melakukan penindakan ke sarana kosmetika ilegal tersebut pada Hari Kamis, 9 Maret 2023. Hasilnya, kami menemukan dan menyita barang bukti bernilai total Rp7,7 miliar,” jelas Penny K. Lukito.

Seluruh barang bukti  yang ditemukan di pabrik ilegal tersebut telah disita dan saat ini, BPOM masih melakukan pemeriksaan terhadap 9 (sembilan) saksi karyawan dan 1 (satu) orang ahli. Berdasarkan hasil pemeriksaan, 1 (satu) orang diduga pelaku berinisial SJT yang merupakan pemilik usaha.

Menurut Penny, tidak hanya di gudang yang digerebek, praktik produksi ini diduga sudah dilakukan pelaku sejak tahun 2020 di lokasi lain, yaitu di daerah Jakarta Barat, sedangkan kegiatan produksi pada lokasi ini diduga dilakukan sejak bulan September 2022.

Baca Juga: Presiden Rusia Vladimir Putin cuek jadi buronan internasional! Malah jalan-jalan di Ukraina

Berdasarkan penuturan Penny K. Lukito mengenai peredaran kosmetika ilegal ini tidak hanya di Pulau Jawa yakni wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali (Denpasar), namun lebih luas hingga mencangkau sebagian wilayah Sumatra yakni Sumatra Selatan, Sumatra Utara, dan Lampung.

“Produk kosmetika ilegal ini sangat berbahaya. Selain produk yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu, kita juga melihat pada sarana ini tidak menerapkan Cara Pembuatan kosmetika yang Baik (CPKB), terutama aspek higiene sanitasi sarana sangat kurang,” sambung Penny.

Dari hasil investigasi terhadap sarana produksi kosmetika ilegal tersebut, Penny menduga telah terjadi beberapa tindak pidana yakni, pertama, karena memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki perizinan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 Jo. Pasal 106 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan tindakan pidana yang kedua, yaitu memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 Jo. Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Undang–Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tindak kejahatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Halaman:

Editor: Darmailawati LI

Sumber: bpom.go.id

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X