LOMBOK INSIDER - Modern Monetary Theory (MMT) adalah sebuah teori ekonomi yang sedang hangat dibicarakan belakangan ini.
Teori ini dikembangkan oleh sejumlah ekonom terkemuka, termasuk Michael Hudson, pendiri Hudson Institute.
Salah satu penggunaan MMT adalah ketika Amerika memutuskan melepas emas pada tahun 70-an dan beralih pada sistem yang berbasis produksi dan perdagangan.
Baca Juga: Inilah rahasia perawatan kulit Ala Dr. Tompi yang wajib kamu ketahui!
Dilansir oleh LombokInsider.com melalui laman resmi Bossman Mardigu.
Menurut Bossman Mardigu, MMT mengajarkan bahwa defisit neraca perdagangan yang merugi atau minus di sebuah negara karena banyak impor adalah mitos.
Di sisi lain, MMT mengenalkan bunga deposisi dengan Tina (There is no alternative), yang mana para pemilik uang tidak ada pilihan lain daripada parkir di bank dan tidak mendapatkan apa-apa.
Namun, hal ini bukanlah inti dari MMT.
Baca Juga: Soegi Borneo: Menyatukan Kesenian Jawa dan Kalimantan dalam Musik Modern

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Indonesia adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dari tahun 1985 hingga 2023, dari 1100 menjadi 15 ribuan rupiah.
Namun, Bossman Mardigu menegaskan bahwa penggunaan MMT bukanlah tentang printing money dan printing mania sebagai hal yang paling ujung.
Sebaliknya, MMT menawarkan cara untuk mengaktifkan uang sejumlah 5000 triliun rupiah yang pasif di bank-bank nasional, yang bisa diaktifkan ke sektor dan berputar ekonomi secara alami di Indonesia.
Artikel Terkait
Mau berolahraga saat puasa? Perhatikan hal Ini agar tidak salah langkah
Puasa Ramadan tapi tak tahan lapar? Berikut tipsnya agar bisa kuat puasa tanpa bolong
Mengenal lebih dekat 9 kuliner khas Ramadan yang wajib dicoba!
Soegi Borneo: Menyatukan Kesenian Jawa dan Kalimantan dalam Musik Modern
Inilah rahasia perawatan kulit Ala Dr. Tompi yang wajib kamu ketahui!